MAKALAH
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL DAN MAKHLUK INDIVIDU
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Sosial Dasar
DOSEN PEMBIMBING :
AHMAD YAZID LUBIS
DISUSUN OLEH :
AJI AKBAR ROBIANTORO
S1 Teknik Informatika 1IA14
Universitas Gunadarma
TAHUN AKADEMIK 2015 / 2016
KATA PENGANTAR
Puji beserta syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa. Karena berkat rahmat, hidayahnya, penulis telah mampu menyelesaiakan sebuah makalah yang berjudul Manusia sebagai Makhluk Sosial dan Makhluk Individu. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Ilmu Sosial Dasar
Sebagai makhluk individu manusia merupakan bagian dan unit terkecil dari kehidupan sosial atau masyarakat dan sebaliknya sebagai makhluk sosial yang membentuk suatu kehidupan masyarakat, manusia merupakan kumpulan dari berbagai individu. Dalam menjalankan peranannya masing-masing dari kedua hal tersebut secara seimbang, maka setiap individu harus mengetahui dari peranannya masing-masing tersebut. Untuk itu, perlu kiranya penulis menulis sebuah makalah yang mengemukakan manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk individu. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menjadi inspirasi bagi para pembaca.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terimakasih.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam hasil maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.
Depok, 2 Oktober 2015
Penyusun,
Aji Akbar Robiantoro
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Manusia sebagai Makhluk Individu
B. Manusia sebagai Makhluk Sosial
C.Peran Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial
D.Paradigma Sosial
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya manusia adalah sebagai makhluk individu yang unik, berbeda antara yang satu dengan lainnya. Secara individu juga, manusia ingin memenuhi kebutuhannya masing-masing, ingin merealisasikan diri atau ingin dan mampu mengembangkan potensi-potensinya masing-masing. Hal ini merupakan gambaran bahwa setiap individu akan berusaha untuk menemukan jati dirinya masing-masing, tidak ada manusia yang ingin menjadi orang lain sehingga dia akan selalu sadar akan keindividualitasannya.
Adapun hubungannya dengan manusia sebagai mahluk sosial adalah bahwa dalam mengembangkan potensi-potesinya ini tidak akan terjadi secara alamiah dengan sendirinya, tetapi membutuhkan bantuan dan bimbingan manusia lain. Selain itu, dalam kenyataannya, tidak ada manusia yang mampu hidup tanpa adanya bantuan orang lain. Hal ini menunjukan bahwa manusia hidup saling ketergantungan dan saling membutuhkan antara yang satu dengan lainnya.
Dari kedua hal diatas, manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial memiliki fungsi masing-masing dalam menjalankan peranannya dalam kehidupan. Sebagai makhluk individu manusia merupakan bagian dan unit terkecil dari kehidupan sosial atau masyarakat dan sebaliknya sebagai makhluk sosial yang membentuk suatu kehidupan masyarakat, manusia merupakan kumpulan dari berbagai individu. Dalam menjalankan peranannya masing-masing dari kedua hal tersebut secara seimbang, maka setiap individu harus mengetahui dari peranannya masing-masing tersebut. Untukitu, perlu kiranya penulis menulis sebuah makalah yang mengemukakan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menginspirasi pembaca.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka dalam makalah ini akan membahas mengenai beberapa masalah, antara lain :
1. Apakah yang dimaksud dengan manusia sebagai makhluk individu ?
2. Apakah yang dimaksud dengan manusia sebagai makhluk sosial ?
3. Apa saja peran manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial ?
4. Apakah yang dimaksud dengan paradigma sosial ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manusia Sebagai Makhluk Individu
Individu berasal dari kata in dan divided. Dalam bahasa inggris in salah satunya berarti tidak, sedangkan divided berarti terbagi. Jadi, individu berarti tidak terbagai atau kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal dari kata individium yang artinya adalah yang tak terbagi, jadi merupakan sebuah sebutan yang dapat dipakai untuk menyatukan sebuah kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Individu bukan berarti manusiasebagai satu kesatuan yang tidak dapat dibagi-bagi melainkan kesatuan yang tak terbatas, yaitu sebagai manusia perorangan sehingga sering digunakan sebagai sebtuan “orang-seorang” atau “manusia perorangan”. Individu merupakan kesatuan aspek jasmani dan rohani. Dengan kemampuan kerohaniannya individu dapat berhubungan dan berfikir serta dengan pikirannya mngendalikan dan memimpin kesanggupan akali dan kesanggupan budi untuk mengatasi segala masalah dan kenyataan yang sedang dialaminya.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur jiwa dan raga. Seseorang dikatakan makhluk individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika dalam dirinya unsur-unsur tersebut tidak menyatu maka tidak bisa dikatakan sebagai makhluk individu.
Jadi pengertian manusia sebagai makhluk individu mengandung arti bahwa unsur yang ada dalam individu tidak terbagi, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Setiap manusia memiliki keunikan atau ciri khas, tidak ada manusia yang mirip sekali. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Sekalipun orang itu terlahir kembar.
Walaupun secara umum manusia memiliki perangkat fisik yang sama. Tetapi kalau perhatian kita tujukan pada hal yang lebih detail, maka akan terdapat perbedaan-perbedaan. Perbedaan itu terletak pada bentuk, ukuran, sifat dan lain-lainnya. Kita dapat membedakan seseorang dari lainnya berdasarkan perbedaaan-perbedaan yang ada, baik pada perbedaaan fisik maupun psikis.
Ciri seorang individu tidak hanya mudah dikenali lewat ciri fisik atau biologisnya. Sifat, karakter, perangai atau gaya dan selera orang juga berbeda-beda. Lewat ciri-ciri fisik seseorang pertama kali mudah dikenali. Ada orang yang gemuk, kurus, atau langsing, ada yang kulitnya coklat, hitam, putih, ada yang rambutnya lurus dan ikal. Dilihat dari sifat, perangai atau karakternya, ada orang yang periang, sabar, cerewet, atau lainnya.
Seorang individu adalah perpaduan antara faktor genotip dan fenotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Secara fisik seseorang memiliki kemiripan atau kesamaan ciri dari orang tuanya, kemiripan atau persamaan itu mungkin saja terjadi pada keseluruhan penampilan fisiknya, bisa juga terjadi pada bagian-bagian tubuh tertentu saja. Kita bisa melihat secara fisik bagian tubuh mana dari kita yang memiliki kemiripan dengan orang tua kita. Ada bagian tubuh kita yang mirip ibu atau ayah, begitu pula dengan sifat atau karakter kita yang mirip dengan ayah dan ibu kita.
Jika seorang individu memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan ikut berperan dalam pembentukkan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya, baik itu lingkungan buatan seperti tempat tinggal. Sedangkan lingkungan yang bukan buatan seperti kondisi alam geografis dan iklimnya.
Contoh : Orang yang tinggal di daerah pantai memiliki kebiasaan yang berbeda dengan yang tinggal di daerah pegunungan. Jika orang yang tinggal di daerah pantai bicaranya cenderung keras, berbeda dengan mereka yang tinggal di daerah pegunungan. Orang yang tinggal di pantai dan pegunungan pasti juga memiliki jam kerja yang berbeda sehingga menyebabkan kebiasaan kebiasaan yang berbeda dalam menangani pekerjaan mereka. Beda lingkungan tempat tinggal, cenderung berbeda pula kebiasaan dan perilaku orang-orangnya.
Lingkungan sosial merujuk pada lingkungan dimana seseorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, teman dan kelompok sosial lain yang lebih besar.
Seseorang yang sehari-harinya bergaul dengan lingkungan temannya yang bekerja buruh kasar di sebuah proyek memiliki kebiasaan yang khas bagi kelompoknya. Begitu pula dengan orang yang lingkungan sosialnya berada dikelas atas seperti para sosialita, memiliki kebiasaan yang khas pula bagi kelompoknya.
Karakteristik yang khas dari seseorang ini sering kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang membedakan dirinya dengan yang lain. Kepribadian seseorang itu dipengaruhi faktor bawaan (genotip) dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus menerus. Mayor polak menjelaskan bahwa kepribadian adalah “keseluruhan sikap, kelaziman, pikiran dan tindakan, baik biologis maupun psikologis, yang dimiliki oleh seseorang dan berhubungan dengan peranan dan kedudukannya dalam berbagai kelompok dan mempengaruhi kesadaran akan dirinya”. Meskipun dalam pengertian tersebut mayor polak tidak memasukkan faktor lingkungan sebagai bagian dari kepribadian namun dalam pembahasannya dia mengatakan bahwa pembentukkan kepribadian diantaranya dipengaruhi oleh masukan lingkungan sosial (kelompok), dan lingkungan budaya (pendidikan).
Menurut Horton dan Hunt “keseluruhan perilaku seseorang yang merupakan interaksi antara kecendrungan-kecendrungan yang diwariskan (secara biologis) dengan rentetan-rentetan situasi (lingkungan)”.
Sedangkan menurut Nursid Suma Atmadja, ia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukkan karakteristik yang khas dari seseorang.
Sebagai makhluk individu, manusia berperan untuk menjalankan beberapa hal seperti berikut :
1. Menjaga dan mempertahankan harkat dan martabatnya
2. Mengupayakan tentang terpenuhinya hak-hak dasar sebagai manusia
3. Merealisasikan segenap potensi diri baik dari sisi rohani maupun jasmani
4. Memenuhi kebutuhan dan kepentingan diri demi kesejahteraan hidupnya
Contoh Masalah yang Timbul dari Manusia sebagai Makhluk Individu
1. Timbul sifat egois dan ingin menang sendiri pada diri seseorang
2. Timbul sifat apatis, yang artinya masa bodo atau acuh tak acuh
3. Timbul sikap atheis atau tidak memiliki agama pada diri seseorang
4. Iri hati, dengki, dan tidak senang melihat orang lain memperoleh kebahagiaan atau kesenangan
5. Berburuk sangka
6. Memiliki sifat pendendam
7. Umurnya sudah dewasa akan tetapi masih manja serta tingkah laku dan pemikirannya seperti anak kecil
B. Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia dikatakan mahluk sosial yaitu mahluk yang di dalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain. Ada kebutuhan sosial (social need) untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Seringkali didasari oleh kesamaan ciri atau kepentingan masing-masing. Misalnya, orang kaya cenderung berteman dengan orang kaya. Orang yang berprofesi sebagai artis, cenderung mencari teman sesama artis.
Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia membutuhkan orang lain dan lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk bersosialisasi. Bersosialisasi disini berarti membutuhkan lingkungan sosial sebagai salah satu habitatnya maksudnya tiap manusia saling membutuhkan satu sama lainnya untuk bersosialisasi dan berinteraksi. Manusia pun berlaku sebagai makhluk sosial yang saling berhubungan dan keterkaitannya dengan lingkungan dan tempat tinggalnya.Manusia bertindak sosial dengan cara memanfaatkan alam dan lingkungan untuk menyempurnakan serta meningkatkan kesejahteraan hidupnya demi kelangsungan hidup sejenisnya. Namun potensi yang ada dalam diri manusia itu hanya mungkin berkembang bila ia hidup dan belajar di tengah-tengah manusia. Untuk bisa berjalan saja manusia harus belajar dari manusia lainnya.
Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa alasan, yaitu:
a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b. Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain.
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
Telah berabad-abad konsep manusia sebagai makhluk sosial itu ada yang menitikberatkan pada pengaruh masyarakat yang berkuasa kepada individu. Dimana memiliki unsur-unsur keharusan biologis, yang terdiri dari:
1. Dorongan untuk makan.
2. Dorongan untuk mempertahankan diri.
3. Dorongan untuk melangsungkan jenis.
Dari tahapan diatas menggambarkan bagaimana individu dalam perkembangannya sebagai seorang makhluk sosial dimana antar individu merupakan satu komponen yang saling ketergantungan dan membutuhkan. Sehingga komunikasi antar masyarakat ditentukan oleh peran oleh manusia sebagai makhluk sosial.
Dalam perkembangannya manusia juga mempunyai kecenderungan sosial untuk meniru dalam arti membentuk diri dengan melihat kehidupan masyarakat yang terdiri dari:
1. Penerimaan bentuk-bentuk kebudayaan, dimana manusia menerima bentuk-bentuk pembaharuan yang berasal dari luar sehingga dalam diri manusia terbentuk sebuah pengetahuan.
2. Penghematan tenaga dimana ini merupakan tindakan meniru untuk tidak terlalu menggunakan banyak tenaga dari manusia sehingga kinerja manusia dalam masyarakat bisa berjalan secara efektif dan efisien.
Pada umumnya hasrat meniru itu kita lihat paling jelas di dalam ikatan kelompok tetapi juga terjadi didalam kehidupan masyarakat secara luas. Dari gambaran diatas jelas bagaimana manusia itu sendiri membutuhkan sebuah interaksi atau komunikasi untuk membentuk dirinya sendiri malalui proses meniru. Sehingga secara jelas bahwa manusia itu sendiri punya konsep sebagai makhluk sosial.
Yang menjadi ciri manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial adalah adanya suatu bentuk interaksi sosial didalam hubugannya dengan makhluk sosial lainnya yang dimaksud adalah dengan manusia satu dengan manusia yang lainnya. Secara garis besar faktor-faktor personal yang mempengaruhi interaksi manusia terdiri dari tiga hal yakni :
1. Tekanan emosional, ini sangat mempengaruhi bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain.
2. Harga diri yang rendah, ketika kondisi seseorang berada di dalam kondisi yang direndahkan maka akan memiliki hasrat yang tinggi untuk berhubungan dengan orang lain karena kondisi tersebut dimana orang yang direndahkan membutuhkan kasih sayang dari orang lain atau dukungan moral untuk kondisi seperti semula
3. Isolasi Sosial, orang yang terisolasi harus berinteraksi dengan orang yang sepaham atau sepemikiran agar terbentuk situasi yang harmonis.
Di dalam kehidupannya, manusia tidak hidup dalam kesendirian. Manusia memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Ini merupakan salah satu kodrat manusia adalah selalu ingin berhubungan dengan manusia lain. Hal ini menunjukkan kondisi yang interdependensi. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, dan warga negara. Hidup dalam hubungan antaraksi dan interdependensi itu mengandung konsekuensi-konsekuensi sosial baik dalam arti positif maupun negatif. Keadaan positif dan negatif ini adalah perwujudan dari nilai-nilai sekaligus watak manusia bahkan pertentangan yang diakibatkan oleh interaksi antar individu. Tiap-tiap pribadi harus rela mengorbankan hak-hak pribadi demi kepentingan bersama Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Pada zaman modern seperti saat ini manusia memerlukan pakaian yang tidak mungkin dibuat sendiri.
Tidak hanya terbatas pada segi badaniah saja, manusia juga mempunyai perasaaan emosional yang ingin diungkapkan kepada orang lain dan mendapat tanggapan emosional dari orang lain pula. Manusia memerlukan pengertian, kasih sayang, harga diri pengakuan, dan berbagai rasa emosional lainnya. Tanggapan emosional tersebut hanya dapat diperoleh apabila manusia berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat.
Dalam berhubungan dan berinteraksi, manusia memiliki sifat yang khas yang dapat menjadikannya lebih baik. Kegiatan mendidik merupakan salah satu sifat yang khas yang dimiliki oleh manusia. Imanuel Kant mengatakan, “manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan”. Jadi jika manusia tidak dididik maka ia tidak akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya. Hal ini telah terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil penelitian terhadap anak terlantar. Hal tersebut memberi penekan
Cooley berpendapat bahwa looking-glass self terbentuk melalui tiga tahap.Pada tahap pertama, seseorang mempunyai presepsi mengenai pandangan orang lain terhadapnya.
Tahap kedua, seseorang mempunyai presepsi mengenai penilaian orang lain terhadap orang lain terhadap penampilannya.
Tahap ketiga, seseorang mempunyai perasaan terhadap apa yang dirasakannya yang tinggi sebagai penilaian orang lain terhadapnya itu.
Contohnya : seseorang cenderung memperoleh nilai rendah misalnya 5 atau 4 dalam ujian-ujian semesternya, misalnya bahwa para guru di sekolahnya menganggapnya ia bodoh. Ia merasa pula bahwa karena ia dinilai bodoh maka ia kurang di hargai para gurunya. Karena merasa kurang di hargai, siswa tersebut menjadi murung. Jadi disini perasaan diri sendiri seseorang merupakan pencerminan diri penilaian orang lain (looking-gass self)
Salah satu peranan dikaitkan dengan sosialisasi oleh teori George Herbert Mead L dalam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Society (1972), Mead menguraikan tahap-tahap pengembangan secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain. Menurut Mead pengembangan diri manusia ini berlangsung melalui beberapa tahap play stage, tahap game stage, dan tahap generalized other.
Play stage = seseorang mulai belajar mengambil peranan orang-orang yang berada di sekitarnya atau bisa di sebut tahap meniru
Game stage = anak tidak hanya telah mengetahui peranan yang harus dijalankannya, tetapi telah pula mengetahui peranan yang harus dijalankan oleh orang lain dengan siapa ia berinteraksi.
Generalized other = seseorang diangap telah mampu mengambil peranan yang dijalankan orang lain dalam masyarakat.
Sosialisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam kaitan inilah para pakar berbicara mengenai bentuk-bentuk sosialisasi, Seperti sosialisasi setelah masa kanak-kanak, pendidikan sepanjang hidup, atau pendidikan berkesinambungan
Light et al. (1989 : 130) mengumumkan bahwa setelah sosialisasi dini yang dinamakan sosialisasi primer kita jumpai sosialisasi sekunder.
Berger dan Luckmann (1967) mendefinisikan sosialisasi primer = sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil melalui mana ia menjadi anggota masyarakat
Sedangkan sosialisasi sekunder mereka mendefinisikan sebagai proses berikutnya yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasikan kedalam sektor bary dari dunia objektif masyarakatnya. Sosialisasi perimer berakhir apabila konsep tentang orang lain pada umumnya telah berentuk dan tertanam dalam kesadaran individu. Karena manusia adalah mahluk sosial, mereka berinteraksi dengan yang lain tidak selamanya interaksi itu berjalan dengan baik, terkadang menimbulkan hal-ha lain yang negatif.
Sifat-sifat negatif yang sering ditampilkan itu disebut prasangka (lrejudice). Prasangka merupakan suatu istilah yang mempunyai berbagai makna. Namun dalam kaitannya dengan hubungan antar kelompok istilah ini mengacu pada sikap permusuhan yang ditujukan terhadap suatu kelompok tersebut mempunyai ciri-ciri yang tudak menyenangkan.
Orang yang berprasangka bersifat tidak rasional dan berada di bawah sadar sehingga sukar diubah meskipun orang yang berprasangka tersebut diberi penyuluhan.
C. Peran Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial
Sebagai makahluk individu, manusia memiliki harkat dan martabat yang mulia. Setiap manusia dilahirkan sama dengan harkat dan martabat yang sama pula. Manusia sebagai makhluk individu berupaya merealisasikan segenap potensi dirinya, baik potensi jasmani maupun potensi rohani
Manusia sebagai pribadi adalah berhakikat sosial. Artinya manusia akan senantiasa dan selalu berhubungan dengan orang lain. Manusia tidak mungkin hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Kebutuhan akan lain dan interaksi sosisl membentuk kehidupan berkelompok pada manusia.
Dalam dimensi individu, muncul hak-hak dasar manusia, kewajiban dasar manusia adalah menghargai hak dasar orang lain serta mentaati norma-norma yang berlaku di masyarakatnya.
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki implikasi -implikasi:
a. Kesadaran akan ketidak berdayaan manusia bila seorang diri
b. Kesadaran untuk senantiasa dan harus berinteraksi dengan orang lain.
c. Penghargaan akan hak-hak orang lain
d.Ketaatan terhadap norma-norma yang berlaku.
Contoh Masalah yang Timbul dari Manusia sebagai Makhluk Sosial
1. Perkelahian
2. Permusuhan
3. Tawuran antar pelajar atau antar desa
4. Perang antar suku karena salah paham
5. Persaingan yang tidak sehat, baik dilingkungan pendidikan, politik, maupun hukum
6. Menyebar fitnah seseorang kepada orang lain
7. Pilih-pilih teman atau sikap diskriminisasi
8. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme secara berjamaah
9. Memiliki sifat untuk menjadi penguasa dengan menghalalkan segala cara
Sebagai makhluk individu ataupun makhluk sosial hendaknya manusia memiliki kepribadian,yang dimaksud dengan kepribadian adalah susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang di bangun oleh perasaan, pengetahuan dan dorongan.
D. Paradigma Sosial
Paradigma adalah pandangan yang mendasar dari ilmuan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan. Jadi paradigma adalah suatu sudut pandang dimana kita melihat suatu fenomena ataupun fakta atau sesuatu yang menjadi subyek dari ilmu. Menurut Agust Comte pada tahun 1798-1857 adalah semuanya berasal dari Tuhan. Tahapannya yaitu teologis ( pola pikir yang berasal dari alam ataupun seorang pemimpin, dalam artian dari tuhan atau sang pencipta) , metafisika (sebab-akibat), dan positivisme (harus bisa dibuktikan). Terjadi perbedaan antar komunitas dalam suatu cabang ilmu, khususnya dalam sosiologi, George Ritzer mengungkapkan tiga faktor, yaitu karena dari semula pandangan filsafat yang mendasari pemikiran ilmuan tentang apa yang semestinya menjadi substansi itu berbeda, sebagai konsekuensi logis dari pandangan filsafat yang berbeda itu maka teori-teori yang dibangun dan dikembangkan oleh masing-masing komunitas itu berbeda, metode yang dipergunakan untuk memahami substansi ilmu itu juga sangat berbeda.
Sosiologi adalah ilmu yang berparadigma ganda, yaitu paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial. Paradigma fakta sosial, fakta adalah sesuatu yang diluar diri kita yang mampu memaksa kita untuk melakukan sesuatu. Contohnya yaitu kelas, ketika siswa masuk ke dalam kelas maka dengan otomatis siswa tersebut akan duduk di kursi siswa. Fakta sosial adalah melihat sesuatu yang bersifat umum atau biasa disebut dengan generalisasi. Sedangkan paradigma fakta sosial adalah paradigma yang menjadi kajian obyek persoalan berupa fakta sosial. Menurut Emile Dhurkheim, masyarakat itu untuk mengontrol individu. Individu itu harus beradaptasi dengan struktur sehingga menyebabkan individu tidak bisa eksis, yang terjadi adalah kelompok yang akan menang. Jadi orang atau individu itu harus dipaksa terlebih dahulu sehingga akan muncul suatu kesadaran. Misalnya adanya norma dan aturan.
Paradigma fakta sosial merupakan struktur sosial dan pranata sosial. Dalam sosiologi modern pranata sosial cenderung dipandang sebagai antar hubungan norma-norma dan nilai-nilai yang mengitari aktivitas manusia atau kedua masalahnya. Contohnya yaitu dalam keluarga, pemerintahan, dan agama. Sedangkan jaringan hubungan sosial dimana interaksi sosial berproses dan menjadi terorganisir serta melalui mana posisi-posisi sosial dari setiap individu dan kelompok yang dibedakan, yang biasanya disebut dengan struktur sosial. Paradigma fakta sosial menekankan bahwa fakta sosial adalah sesuatu yang riil atau fakta. Paradigma fakta sosial membawahi dua teori yaitu, teori fungsionalisme struktural dan teori konflik. Teori fungsionalisme struktural menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik serta perubahan-perubahan dalam masyarakat. Masyarakat berada dalam kondisi statis dan bergerak dalam kondisi seimbang. Teori konflik dibangun untuk menentang secara langsung teori fungsionalisme struktural. Masyarakat tersebut berada dalam perubahan yang ditandai oleh pertentangan yang terus-menerus diantara unsur-unsurnya.
Paradigma definisi sosial, definisi sosial adalah suatu tindakan sosial yang memaknai suatu tindakan (dengan tuntutan dari luar diri) individu tersebut kemudian diarahkan kepada orang lain. Dalam artian definisi sosial itu tidak memaksa individu tersebut, tetapi orang bertindak itu harus dipaksa dan itulah yang dinamakan dengan aturan. Setiap orang bisa berbeda dalam memaknai sesuatu hal tetapi tindakanya sama. hal ini dapat dilihat dari bagaimana individu memakanai lingkunganya, dengan berfikir positivistik. Yang dilihat individu adalah hal-hal yang khusus. Contohnya yaitu biasanya dalam melakukan penelitian guru PKn yang menjadi teladan. Kata teladan merupakan pengkhususan. Jadi yang menjadi guru teladan itu tidak semua guru PKn, tetapi hanya beberapa saja. Paradigma definisi sosial merupakan paradigma yang tidak memisahkan dengan tegas struktur dan pranata sosial secara tegas. Pokok persoalan yang dibahas dari paradigma ini adalah sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial antar hubungan sosial.
Terdapat tiga teori yang masuk kedalam paradigma ini yaitu teori aksi, teori interactionisme, dan fenomenologi. Ketiganya mempunyai persamaan pandangan bahwa manusia adalah aktor yang kreatif dari realitas sosial, dan realitas sosial bukan merupakan alat yang statis yang dipaksakan sepenuhnya oleh fakta sosial tidak sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma dan nilai yang ada dalam masyarakat. Paradigma definisi sosial ini sangat menekankan hakekat kenyataan sosial yang bersifat subyektif lebih daripada eksistensinya yang terlepas dari individu-individu. Paradigma definisi sosial membawahi empat teori, yaitu teori interaksionime simbolik, dramaturgi, fenomenologi dan ethometodologi. Proses individu dan lingkungannya disebut dengan tindakan yang tidak serta-merta memaksa, tergantung individu memaknai tersebut. berpikir positivistik merupakan berparadigma fisik yang melihat manusia berparadigma fisik yaitu quantitatif. Berpikir positivistik merupakan suatu tindakan dan khusus (tidak membutuhkan sampel dan tidak generalisasi).
Paradigma perilaku sosial, adalah paradigma yang memusatkan perhatian kepada hubungan antara individu dan lingkungannya. Lingkungan tersebut terdiri dari, bermacam-macam obyek sosial dan bermacam-macam obyek non-sosial. Tingkah laku individu yang berlangsung dalam hubungannya dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat sehingga ada hubungan antara tingkah laku dengan perubahan yang terjadi dalam lingkungan. Teori yang termasuk dalam paradigma ini adalah teori behavioral sosciology mencoba menerangkan tingkah laku yang terjadi di masa sekarang melalui kemungkinan, akibatnya yaitu apa yang terjadi di masa yang akan datang. Kemudian teori exchange yang dibangun sebagai reaksi terhadap paradigma fakta sosial, terutama menyerang Emile Durkheim, selama interaksi berlangsung akan timbul fenomena yang baru. Paradigma perilaku sosial membawahi sosiologi perilaku dan teori pertukaran sosial. Paradigma perilaku sosial ini terdapat interaksi tetapi tidak mempunyai makna tersendiri, melainkan hanya ada stimulus dan respon saja. Stimulus dan respon merupakan proses timbal balik antar individu. Paradigma perilaku sosial melihat sesuatunya bisa umum dan juga bisa khusus. Dalam artian melihat individunya itu dari luar, dan lingkungan hanya merespon saja. Jadi metode yang digunakan dalan paradigma fakta sosial adalah metode quantitatif, dan metode yang digunakan dalam paradigma definisi sosial adalah metode qualitatif, sedangkan metode yang digunakan dalam paradigma perilaku sosial adalah metode quantitatif dan qualitatif.
Perbedaan diantara paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial adalah dari segi obyek studi, paradigma fakta sosial adalah sesuatu yang nyata, paradigma definisi sosial adalah tindakan seseorang, sedangkan paradigma perilaku sosial adalah tingkah laku dan perulangannya. Perbedaan dari segi keaktifan individu, paradigma fakta sosial adalah dikekang oleh norma-norma peraturan dan nilai, paradigma definisi sosial adalah aktif, tidak dikekang dan terpaksa, sedangkan paradigma perilaku sosial adalah aktif, prinsipnya menguasai hubungan antar individu dan non-sosial. Perbedaan dari segi metode penelitian, paradigma fakta sosial adalah quesioner dan interview, paradigma definisi sosial adalah observasi, sedangkan paradigma perilaku sosial adalah eksperimen. Perbedaan lain dari segi perilaku manusia deterministik (penghargaan dan hukuman), paradigma fakta sosial adalah sebagai obyek yaitu eksternal, memaksa, umum, dan riil. Paradigma definisi sosial adalah sebagai subyek yaitu internal, bebas, dan khusus. Sedangkan paradigma perilaku sosial adalah perilaku manusia yang deterministik atau penghargaan dan hukuman.
Paradigma perilaku sosial berbeda dengan paradigma definisi sosial yang dinamis dan mempunyai kekuatan kreatif didalam proses interaksi, paradigma perilaku sosial kurang memiliki kebebasan dan lebih bersifat mekanik. Sedangkan perbedaan dengan paradigma fakta sosial terdapat pada sumber pengendali tingkah laku. Akibat negatif dari para tokoh sosiologi lebih banyak menggunakan waktu dan perhatian untuk mempertahankan asumsi dasar mereka terhadap kritik dari penganut paradigma lain, daripada memusatkan penyelidikan terhadap persoalan spesifik tertentu. Kecenderungan untuk menempatkan seorang lawan sebagai usaha penganut untuk melebih-lebihkan paradigma yang dianut oleh setiap individu dan juga kecenderungan penganut lain untuk menyerang nama baik paradigma lain yang tidak dianut tersebut. Akibat positif adalah kritik yang relevan dari paradigma yang berlainan, dapat membantu seorang tokoh untuk menjernihkan pikirannya dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan tersebut. Perbedaan pendapat antar penganut paradigma dapat menjernihkan masalah yang diselidiki tersebut. Kritik yang dilancarkan penganut paradigma lain juga dapat menunjukkan premis-premis paradigma lain yang dapat memberikan sumbangan berharga terhadap pemikirannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang diciptakan secara sempurna dengan akal pikiran yang disertai dengan hati nurani. Dalam menjalankan kehidupannya dengan semua kemampuan dan keterbatasannya, manusia di bagi menjadi dua peran atau fungsi yaitu hakikat manusia sebagai mahluk individu dan hakikat manusia sebagai mahluk sosial. Manusia sebagai mahluk individu merupakan anggota dalam sebuah keluarga yang mempunyai karakter atau pribadi yang berbeda-beda, selain keluarga manusia juga merupakan anggota dari suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa kelompok keluarga. Manusia sebagai mahluk individu mempunyai tugas ataupun tanggung jawab, baik itu bagi dirinya sendiri, bagi masyarakat, maupun bagi Tuhannya selaku penciptanya.
Manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat terlepas dari yang namanya masyarakat, karena masyarakat merupakan kumpulan dari individu-individu yang saling berinteraksi dan saling bersosialisasi satu sama lain. Dalam menjalankan kehidupan sebagai mahluk sosial, ada beberapa faktor yang menyebabkan manusia sebagai mahluk sosial, diantara karena adanya faktor-faktor psikis yang mendorong agar individu dapat bergaul dan berinteraksi dengan yang lainnya. Selain faktor pendorong dalam kehidupan bersosial, ada juga hal yang menghambat kehidupan bersosial atau bermasyarakat itu terjadi yaitu salah satu nya karena perbedaan kepentingan antara individu dengan kelompok. Apapun yang menjadi kendala dalam kehidupan bersosial, manusia sebagai mahluk sosial harus selalu menjalankan tugas dan tanggung jawab dalam berkehidupan bermasyarakat.
B.Saran
Sejalan dengan kesimpulan diatas, penulis merumuskan saran sebagai berikut.
1. Setiap individu hendaknya sadar bahwa mereka adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga mereka mampu menghargai satu sama lain dalam arti tidak mengambil hak orang lain ketika bertindak sebagai makhluk sosial dan sebaliknya.
2. Dalam upaya pendidikan hendaknya para pendidik harus menghormati keindividualitasan, karakteristik, keunikan dan kepribadian anak. pendidikan tidak boleh memaksa anak untuk mengikuti dan menuruti segala kehendaknya, karena dalam diri anak ada suatu prinsip pembentukan dan pengembangan yang ditentukan oleh dirinya sendiri.
3. Pembentukan proses sosialisasi pada anak dalam interaksi sosial hendaknya harus didukung oleh semua pihak. Keluarga, lingkungan masyarakat juga tenaga pendidik harus membantu menstimulasinya.
4. Kesempatan berinteraksi akan sangat dibutuhkan oleh anak dalam bersosialisasi dengan orang lain. Hendaknya kita sebagai calon guru dan calon ibu harus sadar bahwa pemberitahuan, pemberian contoh dan pembiasaan sangat penting dan dibutuhkan dalam bersosialisasi dengan orang lain dimasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ariska, I. 2013. Manusia sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial. [Online]. Tersedia: http://iraars-meandmyself.blogspot.com /2012/03/manusia-sebagai-mahluk-individu-dan.html. [6 Februari 2013]
Effendi, R. dan Setiadi, E.M. 2010. Pendidikan Lingkungan, Sosial, Budaya dan Teknologi. Bandung: UPI Press.
Kappara. 2013. Pengertian Sosial dan Politik. [Online]. Tersedia: http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2234715-pengertian-sosial-dan-politik/#ixzz2KfDPhVhf. [11 Februari 2013].
Sadulloh, U. 2003. Pengantar Filsafal Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Komentar
Posting Komentar